Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostradpada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.[45]
Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.[46]
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.[47] Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas.[48] Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar