Liputan6.com, Jakarta : Ekonom dari Bank Standard Chartered, Fauzi Ichsan menilai pelemahan nilai tukar mata uang rupiah yang terjadi belakangan ini sudah perlu ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah dan Bank Indonesia.
BERITA TERKAIT
Dari analisa Fauzi, setidaknya terdapat tiga pilihan kebijakan yang perlu dilakukan para regulator untuk mengembalikan penguatan nilai tukar mata uang rupiah yang sempat melemah ke level 10.000 per dolar AS.
Pilihan pertama, pemerintah dinilai harus segera menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
"Karena 12 bulan terakhir pemerintah sudah wacanakan ini ke publik. Kalau pemerintah tidak merealisasikan apa yg dijanjikan, selain kredibilitas pemerintah dipertaruhkan, penyeleundupan dan penimbunan semakin banyak," ujar Fauzi saat menggelar perbincangan dengan wartawan di Hotel Mandarin, Jakarta, Kamis (13/6/2013).
Dengan menaikkan harga BBM, nilai tukar rupiah diyakini bakal kembali menguat karena anggaran pembelian BBM subsidi dapat dipangkas.
Pilihan kedua adalah tingkat intervensi Bank Indonesia (BI) perlu lebih dipertajam. Terus menipisnya cadangan devisa dan langkah BI yang dianggap tidak bisa memulihkan situasi justru akan memicu respon spekulan sebagai bentuk pelemahan BI. Pada akhirnya pemilik modal akan lari dari Indonesia.
Alternatif pilihan ketiga yang bisa ditempuh regulator untuk membuat rupiah kembali menarik dimata para investor dan pengusaha adalah dengan cara menaikkan suku bunga.
"Kita tahu kemarin FASBI naik menjadi 4,25 %, dan itu dilakukan BI ya untuk itu. Kenapa Fasbi, karena BI rate banyak dipantau pemerintah dan masyarakat, tapi fasbi tidak, jadi tahu-tahu suku bunga akan naik," paparnya.
Menurut Fauzi, kenaikan Fasbi pada prinsipnya memiliki fungsi yang sama dengan langkah BI menaikkan BI rate. Salah satu imbasnya adalah suku bunga akan naik. Meski efek yang berbeda terjadi terhadap situasi politik negara. (Yas/Shd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar